“Barang siapa menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya”.
Di masa Umar bin Al-Khaththab menjadi khalifah, beberapa pihak mencoba menguasai tanah. Caranya, begitu ada tanah kosong langsung diberi pagar. Sayangnya, setelah itu tanahnya dibiarkan mangkrak hingga bertahun-tahun. Padahal, ada pihak lain sangat membutuhkan. Mereka ingin menanami tanah nganggur itu untuk menyambung hidup. Tapi apa daya, tanah itu telah dikangkangi pihak lain.
Jumat, 13 April 2012
Syariat kepada Alam Semesta
surat al-’Alaq ayat 6-7: “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.”
Jauh sebelumnya, Islam telah melarang kita untuk berbuat kerusakan di muka bumi. Tuhan berfirman pada surat al-A’raf ayat 56 : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.”
Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berarti: "Telah timbul pelbagai kerusakan dan bencana alam di darat dan di laut dengan sebab apa yang telah dilakukan oleb tangan manusia. (Timbulnya yang demikian) karena Allah hendak merusakan mereka sebagai dari balasan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan, supaya mereka kembali (insaf dan bertaubat)".
Jauh sebelumnya, Islam telah melarang kita untuk berbuat kerusakan di muka bumi. Tuhan berfirman pada surat al-A’raf ayat 56 : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.”
Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berarti: "Telah timbul pelbagai kerusakan dan bencana alam di darat dan di laut dengan sebab apa yang telah dilakukan oleb tangan manusia. (Timbulnya yang demikian) karena Allah hendak merusakan mereka sebagai dari balasan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan, supaya mereka kembali (insaf dan bertaubat)".
Kamis, 12 April 2012
Syariat kepada Allah (ibadah)
AKAR kata ibadah berasal daribahasa Arab, ‘abada, artinya mengabdi, menghambakan diri, menyembah, atau berbakti. Subjeknya disebut ‘abid.
Menurut Abdul Qadir ar-Razi dalam Mukhtâr as-Shihâh asal ‘ubûdiyyah adalah al-khudhû’ (ketundukan) dan ad-dzullu (kerendahan). Ibadah juga berarti inqiyâdz, yakni kepatuhan (Tafsîr al-Baghawi). Dengan demikian, secara bahasa ibadah dapat diartikan sebagai bentuk kerendahan, ketundukan, dan kepatuhan kepada al-Ma’bûd (yang disembah), yakni Allah Swt.
Al-Jauhari berkata, ibadah adalah ketaatan yang disertai dengan ketundukan dan kepasrahan, yang hanya layak ditujukan kepada Allah. Ibadah adalah ketundukan kepada-Nya dan tidak ada ketundukan yang lebih tinggi selain kepada-Nya.
Menurut Abdul Qadir ar-Razi dalam Mukhtâr as-Shihâh asal ‘ubûdiyyah adalah al-khudhû’ (ketundukan) dan ad-dzullu (kerendahan). Ibadah juga berarti inqiyâdz, yakni kepatuhan (Tafsîr al-Baghawi). Dengan demikian, secara bahasa ibadah dapat diartikan sebagai bentuk kerendahan, ketundukan, dan kepatuhan kepada al-Ma’bûd (yang disembah), yakni Allah Swt.
Al-Jauhari berkata, ibadah adalah ketaatan yang disertai dengan ketundukan dan kepasrahan, yang hanya layak ditujukan kepada Allah. Ibadah adalah ketundukan kepada-Nya dan tidak ada ketundukan yang lebih tinggi selain kepada-Nya.
Syariat Pribadi (akhlaq, huqul Insan)
Akhlaq adalah secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.[Ahmad A.K. Muda. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Reality Publisher. Hal 45-50]
Secara bahasa (linguistic) kata ‘akhlak’ berasal dari bahasa Arab, yaitu isimj mashdar (bentuk infinitive) dari kata akhlak, yukhliqu, ikjlakan, yang berarti al sajiyah (perangai), al thabi,ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), al ‘adat (kebiasaan, kelaziman, al maru’ah), peradaban yang baik, dan al din (agama)
Secara bahasa (linguistic) kata ‘akhlak’ berasal dari bahasa Arab, yaitu isimj mashdar (bentuk infinitive) dari kata akhlak, yukhliqu, ikjlakan, yang berarti al sajiyah (perangai), al thabi,ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), al ‘adat (kebiasaan, kelaziman, al maru’ah), peradaban yang baik, dan al din (agama)
Memahami Syari'at
Makna asal syari'ah adalah jalan ke sumber (mata) air, dahulu (di Arab) orang mempergunakan kata syari'ah untuk sebutan jalan setapak menuju ke sumber (mata) air yang diperlukan manusia untuk minum dan membersihkan diri (Muhammad Daud Ali; 1997:235)
Kata syari'ah ini juga berarti jalan yang lurus, jalan yang lempang tidak berkelok-kelok, juga berarti jalan raya. Kemudian penggunaan kata syari'ah ini bermakna peraturan, adat kebiasaan, undang-undang dan hukum (Ahmad Warson Munawwir; 1984:762)
Kata syari'ah ini juga berarti jalan yang lurus, jalan yang lempang tidak berkelok-kelok, juga berarti jalan raya. Kemudian penggunaan kata syari'ah ini bermakna peraturan, adat kebiasaan, undang-undang dan hukum (Ahmad Warson Munawwir; 1984:762)
Ghaib bi Fi'li
Adalah ghaib secara perbuatan, yaitu perbuatan yang belum dilakukan. Seperti ajal, dan lain sebagainya.
Alloh berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat (langit dunia) dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaithan yang sangat durhaka, syaithan-syaithan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.” (Qs. Ash Shaffat: 6-10)
Alloh berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat (langit dunia) dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaithan yang sangat durhaka, syaithan-syaithan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.” (Qs. Ash Shaffat: 6-10)
Rabu, 11 April 2012
Malaikat Hafadzah
Rasulullah saw, bersabda: “Malaikat Tidak masuk rumah yang terdapat anjing dan gambar makhluq bernyawa di dalamnya”. (Muttafaq ‘Alaih dari hadits Abu Tholhah, lafadz milik Bukhori). Abdullah bin Abbas saw berkata: “Yang dimaksud adalah patung/ gambar bernyawa” ( AlBukhari)
Syaikh Utsaimin رحمه الله berkata: “Bagaimana pendapatmu dengan rumah yang tidak dimasuki malaikat ? Sungguh itu rumah yang buruk…(Syarh Ar Riyadh).
Selasa, 10 April 2012
Qarin / Jin
Qorin adalah jin yang ditugasi untuk mendampingi setiap manusia dengan tugas menggoda dan menyesatkannya. Karena itu, qorin termasuk setan dari kalangan jin.
Qorin berasal dari bahasa Arab “qoriin ( ) “ yang berarti: “teman atau kawan” (Kamus Al Munawwar halaman 1114). Dalam kitab Mu’jamul Buldan: 4/319 disebutkan bahwa qorin artinya “sahabat” atau “segala sesuatu yang dibandingkan dengan sesuatu yang lain”.
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya, “Apa itu qorin?” Beliau menjawab, “Qorin adalah setan yang ditugasi untuk menyesatkan manusia dengan izin Allah. Dia bertugas memerintahkan kemungkaran dan mencegah yang ma’ruf. Sebagaimana yang Allah firmankan, “Setan menjanjikan kefakiran untuk kalian dan memerintahkan kemungkaran. Sementara Allah menjanjikan ampunan dan karunia dari-Nya. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 268)Akan tetapi, jika Allah memberikan karunia kepada hamba-Nya berupa hati yang baik, jujur, selalu tunduk kepada Allah, lebih menginginkan akhirat dan tidak mementingkan dunia maka Allah akan menolongnya agar tidak terpengaruh gangguan jin ini, sehingga dia tidak mampu menyesatkannya. (Majmu’ Fatawa, 17:427)
Melihat Ghaib
Ghaib ada dua. Yang pertama Ghaib secara zat dan wujudnya. Yaitu Allah, Malaikat,
Surga, Neraka, Jin, dsb.Dan Ghaib secara 'amaly, yaitu ajal, rezki, dll
a.
Melihat Allah (ziyadah)
“bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang
terbaik (surga) dan tambahannya dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan
tidak (pula) kehinaan. mereka Itulah penghuni syurga, mereka kekal di
dalamnya”. (QS. Yunus 26)
Makna Ziyadah (tambahan) dalam ayat ini adalah melihat
Allah Ta’ala di surga. Hal ini disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam. (HR. Muslim No. 181, At Tirmidzi No. 2552, 3105, Ibnu Majah No. 187,
Ahmad No. 23925)
Bukti Kebenaran Al Qur'an
Berbagai
contoh di bawah ini, menunjukkan bukti-bukti kebenaran wahyu Al-Qur'an yang
diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW tanpa bisa dibantah.
1. Kemenangan
Bizantium.
Penggalan
berita lain yang disampaikan Al Qur'an tentang peristiwa masa depan ditemukan
dalam ayat pertama Surat Ar Ruum, yang merujuk pada Kekaisaran Bizantium,
wilayah timur Kekaisaran Romawi. Dalam ayat-ayat ini, disebutkan bahwa
Kekaisaran Bizantium telah mengalami kekalahan besar, tetapi akan segera
memperoleh kemenangan.
"Alif,
Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka
sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah
urusan sebelum dan sesudah (mereka menang)." (Al Qur'an, 30:1-4)
Langganan:
Postingan (Atom)