Adalah ghaib secara perbuatan, yaitu perbuatan yang belum dilakukan. Seperti ajal, dan lain sebagainya.
Alloh berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat (langit dunia) dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaithan yang sangat durhaka, syaithan-syaithan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.” (Qs. Ash Shaffat: 6-10)
Qotadah berkata, “Bintang-bintang diciptakan untuk 3 perkara; sebagai hiasan langit, alat pelempar syaithan-syaithan, dan penunjuk arah. Barangsiapa yang menafsirkan keberadaan bintang-bintang itu untuk selain dari 3 perkara tersebut maka dia telah salah dan menyia-nyiakan amalnya serta memberat-beratkan dirinya dengan sesuatu yang tidak ia ketahui. (HR. Al Bukhori)
Jin-jin itu berkata sebagaimana diceritakan Alloh, “Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya).” (Qs. Al Jin: 8-9)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila Alloh menetapkan perintah di atas langit, para malaikat mengepakkan sayap-sayapnya karena patuh akan firman-Nya, seakan-akan firman (yang didengar) itu seperti gemerincing rantai besi (yang ditarik) di atas batu rata, hal itu memekakkan mereka (sehingga mereka jatuh pingsan karena ketakutan). Maka apabila telah dihilangkan rasa takut dari hati mereka, mereka berkata: ‘Apakah yang difirmankan oleh Tuhanmu?’ Mereka menjawab: (Perkataan) yang benar’. Dan Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. Ketika itulah, (syaithan-syaithan) penyadap berita (wahyu) mendengarnya. Keadaan penyadap berita itu seperti ini: Sebagian mereka di atas sebagian yang lain -digambarkan Sufyan dengan telapak tangannya, dengan direnggangkan dan dibuka jari-jemarinya- maka ketika penyadap berita (yang di atas) mendengar kalimat (firman) itu, disampaikanlah kepada yang di bawahnya, kemudian disampaikan lagi kepada yang ada di bawahnya, dan demikian seterusnya hingga disampaikan ke mulut tukang sihir atau tukang ramal. Akan tetapi kadangkala syaithan penyadap berita itu terkena syihab (panah api) sebelum sempat menyampaikan kalimat (firman) tersebut, dan kadang kala sudah sempat menyampaikannya sebelum terkena syihab; dengan satu kalimat yang didengarnya itulah, tukang sihir atau tukang ramal meIakukan seratus macam kebohongan. Mereka (yang mendatangi tukang sihir atau tukang ramal) mengatakan: ‘Bukankah dia telah memberitahu kita bahwa pada hari anu akan terjadi anu (dan itu terjadi benar)’, sehingga dipercayalah tukang sihir atau tukang ramal tersebut karena satu kalimat yang telah didengar dari Iangit.” (HR. Al Bukhori).
“Katakanlah: ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Alloh’, dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.” (Qs. An Naml: 65)
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh hafizhahullahu ta’ala menjelaskan, “Dukun tidaklah mengetahui perkara ghaib kecuali menggunakan jin, yaitu dengan cara beribadah kepada jin tersebut dengan ibadah yang mengandung kesyirikan. Kemudian jin menggunakan kesempatan untuk memalingkan manusia dari ibadah kepada Allah, dan hal tersebut dilakukan agar jin mau mengabarkan hal-hal ghaib.
Adapun jin dapat mengetahui perkara ghaib, yang terkadang benar, dengan cara mencuri rahasia langit. Yaitu jin saling menumpuk satu sama lain hingga mendengar wahyu Allah Jalla wa ‘Ala dari langit. Maka dilemparilah jin dengan panah api sebelum jin tersebut memperoleh rahasia langit dengan sembunyi-sembunyi, akan tetapi terkadang panah api tersebut dilemparkan setelah jin memperoleh rahasia langit. Maka jin kemudian membawa rahasia tersebut kepada dukun, akan tetapi diubah dengan kedustaan, atau ditambah dengan 100 kedustaan. Dukun kemudian mengagungkan jin karenanya, dan pengagungan tersebut ialah bentuk ibadah manusia atas jin.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’diy rahimahullahu ta’ala menjelaskan, “Sesungguhnya hanya Allah Ta’ala saja yang mengetahui perkara ghaib, maka barangsiapa yang mengaku mengetahui perkara ghaib maka ia telah menjadi sekutu bagi Allah, baik berupa perdukunan, ramalan, dan sejenisnya. Atau barangsiapa yang membenarkan perkataan tersebut maka ia telah menjadikan sekutu bagi Allah dalam kekhususan-Nya, dan ia telah mendustakan Allah dan Rasul-Nya.[Al Qoulus Sadiid fi Maqashid At Tauhid hal. 80, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’diy, cet. Darul Aqidah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar