“Tidak akan
kamu jumpai suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkasih sayang
kepada orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya meskipun mereka itu
adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka, maupun
sanak keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang ditetapkan Allah di dalam
hati mereka dan Allah kuatkan mereka dengan pertolongan dari-Nya, Allah akan
memasukkan mereka ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha
kepada-Nya. Mereka itulah golongan Allah, ketahuilah sesungguhnya hanya golongan
Allah itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. al-Mujadalah: 22)
“Barang siapa
yang mencintai karena Allah. Membenci karena Allah. Memberi karena Allah. Dan
tidak memberi juga karena Allah. Maka sungguh dia telah menyempurnakan
imannya.” (HR. Abu Dawud, disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abu
Dawud [10/181] as-Syamilah)
“Pada hari
itu -hari kiamat- tidak bermanfaat lagi harta dan keturunan, melainkan bagi
orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (Qs. as-Syu’ara: 88-89)
Abu Utsman
an-Naisaburi rahimahullah mengatakan tentang hakikat hati yang selamat, “Yaitu
hati yang terbebas dari bid’ah dan tenteram dengan Sunnah.” (disebutkan Ibnu
Katsir dalam tafsirnya [6/48] cet Maktabah Taufiqiyah)
Imam
al-Baghawi rahimahullah mengatakan bahwa hakikat hati yang selamat itu adalah,
“Hati yang bersih dari syirik dan keragu-raguan. Adapun dosa, maka tidak ada
seorang pun yang bisa terbebas darinya. Ini adalah pendapat mayoritas ahli
tafsir.” (Ma’alim at-Tanzil [6/119], lihat juga Tafsir Ibnu Jarir at-Thabari
[19/366] as-Syamilah)
Imam al-Alusi
rahimahullah juga menyebutkan bahwa terdapat riwayat dari para ulama salaf
seperti Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ibnu Sirin, dan lain-lain yang
menafsirkan bahwa yang dimaksud hati yang selamat adalah, “Hati yang selamat
dari penyakit kekafiran dan kemunafikan.” (Ruh al-Ma’ani [14/260] as-Syamilah)
Ibnul Qayyim
rahimahullah mengatakan, “Pengertian paling lengkap tentang makna hati yang
selamat itu adalah hati yang terselamatkan dari segala syahwat yang menyelisihi
perintah Allah dan larangan-Nya. Hati yang bersih dari segala macam syubhat
yang bertentangan dengan berita dari-Nya. Oleh sebab itu, hati semacam ini akan
terbebas dari penghambaan kepada selain-Nya. Dan ia akan terbebas dari tekanan
untuk berhukum kepada selain Rasul-Nya…” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 15 cet. Dar
Thaibah)
Syaikh
as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Hati yang selamat artinya yang bersih dari:
kesyirikan, keragu-raguan, mencintai keburukan, dan terus menerus dalam bid’ah
dan dosa-dosa. Konsekuensi bersihnya hati itu dari apa-apa yang disebutkan tadi
adalah ia memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengannya. Berupa keikhlasan,
ilmu, keyakinan, cinta kebaikan dan memandang indah kebaikan itu di dalam hati,
dan juga kehendak dan kecintaannya pun mengikuti kecintaan Allah, hawa nafsunya
tunduk mengikuti apa yang datang dari Allah.” (Taisir al-Karim ar-Rahman hal.
592-593 cet. Mu’assasah ar-Risalah)
Ibnul Qayyim
rahimahullah juga menjelaskan karakter si pemilik hati yang selamat itu, “…
apabila dia mencintai maka cintanya karena Allah. Apabila dia membenci maka
bencinya karena Allah. Apabila dia memberi maka juga karena Allah. Apabila dia
mencegah/tidak memberi maka itupun karena Allah…” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 15
cet. Dar Thaibah) (Abu Mushlih Ari Wahyudi, muslim.or.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar