Kemaksiyatan
“Dan apa saja
musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”
(Q.s. Asy-Syura`: 30)
Ibnu Qayyim
Al-Jauziyyah rahimahullah mengatakan, “Di antara akibat dari perbuatan dosa
adalah hilangnya nikmat, dan akibat dosa adalah datangnya bencana (musibah).
Oleh karena itu, hilangnya suatu nikmat dari seorang hamba adalah karena dosa.
Begitu pula, datangnya berbagai musibah juga disebabkan oleh dosa.” (Al-Jawabul
Kafi, hlm. 87)
Pengertian syukur secara terminology berasal dari kata bahasa Arab, berasal dari kata شكر-يشكر-شكرا‘’ yang berarti berterima kasih kepada atau dari kata lain ‘’ شكر‘’ yang berati pujian atau ucapan terima kasih atau peryataan terima kasih[i]. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia syukur memiliki dua arti yang pertama, syukur berarti rasa berterima kasih kepada Allah dan yang kedua, syukur berarti untunglah atau merasa lega atau senang dll
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah dia mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dengan Rabb- nya. [Al Kahfi : 110].
Ikhlas ialah, menghendaki keridhaan Allah dalam suatu amal, membersihkannya dari segala individu maupun duniawi. Tidak ada yang melatarbelakangi suatu amal, kecuali karena Allah dan demi hari akhirat. Tidak ada noda yang mencampuri suatu amal, seperti kecenderungan kepada dunia untuk diri sendiri, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan, atau karena mencari harta rampasan perang, atau agar dikatakan sebagai pemberani ketika perang, karena syahwat, kedudukan, harta benda, ketenaran, agar mendapat tempat di hati orang banyak, mendapat sanjungan tertentu, karena kesombongan yang terselubung, atau karena alasan-alasan lain yang tidak terpuji; yang intinya bukan karena Allah, tetapi karena sesuatu; maka semua ini merupakan noda yang mengotori keikhlasan.Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Imam An Nawawi (I/16-17), Cet. Darul Fikr; Madarijus Salikin (II/95-96), Cet. Darul Hadits Kairo; Al Ikhlas, oleh Dr. Sulaiman Al Asyqar, hlm. 16-17, Cet. III, Darul Nafa-is, Tahun 1415 H; Al Ikhlas Wasy Syirkul Asghar, oleh Abdul Lathif, Cet. I, Darul Wathan, Th. 1412 H.
Sabar, secara etimologi berarti menahan dan mencegah (al-habsu wal kaffu). Secara terminologi, sabar adalah menahan diri untuk melakukan keinginan dan meninggalkan larangan Allah swt, sabar juga berarti sikaf tegar dan kukuh dalam menjalankan ajaran Islam ketika muncul dorongan nafsu, ketegaran yang dibangun diatas landasan Al-Qur’an dan As-sunnah. Sabar dapat juga berarti puncak sesuatu, orang yang memiliki kesabaran, akan sampai pada puncak kemuliaan. Allah telah memuji orang-orang yang bersabar dan menyebutkan mereka dalam firman-Nya : “hanya orang-orang yang bersabar akan diberi pahala mereka yang tidak terbatas.” (QS.Az-Zumar : 10).
Ridha berasal dari kata radhiyah yang memiliki arti “rela” dan “menerima dengan suci hati”, menerima semua realita takdir dan ketentuan Allah dengan senang hati, ikhlas, lapang dada, bahagia, tanpa merasa kecewa atau marah..
Hakikat artinya i`tikad atau kepercayaan sejati mengenai Tuhan, maka hakikat ini pekerjaan hati. Sehingga tidak ada yang dilihat didengar selain Allah, atau gerak dan diam itu diyakini dalam hati pada hakikatnya adalah kekuasaan Allah. (Abdurrahman Siddik Al Banjari ,1857 kitab Amal Ma`rifat).
Dilihat dari bahasanya, kata muamalah adalah musdar dari perkataan amala-yu'amili-mu'amalatan yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling beramal. Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, sewa menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-lain.
“Barang siapa menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya”.
surat al-’Alaq ayat 6-7: “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.”
AKAR kata ibadah berasal daribahasa Arab, ‘abada, artinya mengabdi, menghambakan diri, menyembah, atau berbakti. Subjeknya disebut ‘abid.
Akhlaq adalah secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.[Ahmad A.K. Muda. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Reality Publisher. Hal 45-50]
Makna asal syari'ah adalah jalan ke sumber (mata) air, dahulu (di Arab) orang mempergunakan kata syari'ah untuk sebutan jalan setapak menuju ke sumber (mata) air yang diperlukan manusia untuk minum dan membersihkan diri (Muhammad Daud Ali; 1997:235)
Adalah ghaib secara perbuatan, yaitu perbuatan yang belum dilakukan. Seperti ajal, dan lain sebagainya.
Rasulullah saw, bersabda: “Malaikat Tidak masuk rumah yang terdapat anjing dan gambar makhluq bernyawa di dalamnya”. (Muttafaq ‘Alaih dari hadits Abu Tholhah, lafadz milik Bukhori). Abdullah bin Abbas saw berkata: “Yang dimaksud adalah patung/ gambar bernyawa” ( AlBukhari)


Tasawuf menyebut kemajuan dalam kehidupan spiritual sebagai suluk dan sang pencari Allah sebagai salik atau “penempuh jalan spiritual”. Dalam literatur tasawuf, hal ini dikenal dengan istilah khalwat. Seorang murid (pelaku suluk/salik) harus berkhalwat kepada seorang guru atau syekh yang mempunyai tingkatan spritiual atau ruhani yang tinggi bahkan telah suluk kepada Allah. Guru itu disebut dengan Mursyid. Dalam tradisi tasawuf, peran seorang Mursyid (pembimbing atau guru ruhani) merupakan syarat mutlak untuk mencapai tahapan-tahapan puncak spiritual. 